“Itu masa yang sulit dan menantang, tidak enak untuk dijalani, tapi enak untuk diceritakan,”
JAKARTA | KBA – Capres Koalisi Perubahan, Anies Baswedan pernah menempuh pendidikan di Amerika Serikat (AS). Usai kuliah di negara Paman Sam ini, karier Anies semakin menanjak.
Namun, bukan hal yang mudah saat Anies menjalani studi S2 di University of Maryland, School of Public Policy, College Park, AS. Setelah itu, suami dari Fery Farhati ini mengambil S3 di Department of Political Science, Northern Illinois University.
Ia bahkan mengakui hal itu jadi momen tersulit dalam hidupnya. Ia mesti melakukan sejumlah pekerjaan untuk bertahan hidup karena saat itu sudah menikah dan punya anak.
“Masa yang paling sulit dan menantang dalam hidup saya sebetulnya adalah masa kuliah di AS, bertahun-tahun tantangannya,” ungkap Anies di podcast YouTube Merry Riana, Kamis, 2 Maret 2023.
Selama studi, Anies mendapat beasiswa dari Fulbright Scholarship yang ditawarkan pemerintah AS bagi pelajar Indonesia yang ingin melanjutkan S2 dan S3 di AS.
Biasanya, beasiswa hanya diperuntukkan kepada penerima beasiswa saja. Tetapi, Anies berhasil mendapatkan pendanaan untuk dirinya beserta anak dan istrinya.
Namun, tetap saja beasiswa itu cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Anies pun harus menjalani sejumlah pekerjaan tambahan sembari kuliah.
Setiap bulan, Anies mengakui hanya memiliki uang USD300 atau sekitar Rp4,5 juta yang harus dijadikan biaya hidup untuk anak serta istrinya.
“Kami dapat uang saku USD970 (sekitar Rp14 juta bila dihitung kurs saat ini tapi USD640 langsung dipakai buat bayar sewa apartemen, sisanya USD300 dolar,” ujar Anies
Saat itu ia juga harus bekerja 20 jam di kantor. Selain itu ia juga harus kuliah sambil kerja sampingan. Berbagai jenis pekerjaan dilakoninya, salah satunya berdagang online di situs lelang daring eBay dan Craigslist.
Menurutnya, setiap Jumat dan Sabtu, dirinya sering mencari barang-barang garage sale yang kemudian dirapikan dan difoto, lalu diunggah di situs tersebut untuk dijual.
Anies juga pernah bekerja merawat ulat bulu di lab biologi School of Public Policy AS. Dia harus memberi makan dan membersihkan kotoran 1.200 ulat bulu yang ditempatkan dalam satu ruangan.
Di sisi lain, dia harus menyeimbangkan studi di kampus dengan tekanan cukup besar. Anies bersama dengan beberapa teman kelasnya harus membaca ratusan hingga ribuan halaman buku tiap pekan.
“Itu adalah masa di mana kami harus menjalani begitu banyak pekerjaan. Itu adalah masa yang sangat sulit. Di balik foto-foto yang menyenangkan, ada perjuangan yang luar biasa,” kenang Anies.
Ia berpendapat hal sulit yang telah dilewati adalah proses pembelajaran dan sebuah pembekalan untuk masa mendatang.
“Tapi itu yang kemudian menempa kita untuk tahan, tabah, tuntas, dan tak mudah menyerah,” ucapnya.
Semasa kuliah, Anies juga pernah bekerja di perusahaan analisa statistik sebagai penerjemah data. Anies pernah menghabiskan waktu 10 jam untuk menerjemahkan data tersebut usai mengerjakan tugas kuliah.
“Itu masa yang sulit dan menantang, tidak enak untuk dijalani, tapi enak untuk diceritakan,” kata Anies. (kba)