AR Baswedan sering diajak Presiden Soekarno mendatangi rapat raksasa. Sesuai dengan tugasnya sebagai menteri, ia berkewajiban memberikan informasi dua arah.
Dari sekira 31 nama menteri di Kabinet Syahrir terdapat nama Abdul Rahman Baswedan (AR Baswedan), kakek Anies Rasyid Baswedan dari pihak ayah. Ia didaulat menjadi Menteri Muda Penerangan. Pengangkatan itu sempat membuat AR Baswedan amat terkejut karena kabar dirinya masuk jajaran kementerian itu justru diketahui dari teman-temannya.
Menurut AR Baswedan pengangkatannya menjadi Menteri Muda Penerangan di Kabinet Syahrir tanpa lebih dahulu dilakukan feeling, dan pengangkatannya diumumkan lewat siaran radio. Wangsa Wijaya ditugaskan menyampaikan berita itu kepada AR Baswedan ke Solo.
Yang lucu waktu itu di Solo, AR Baswedan tinggal di rumah yang tidak ada listriknya hingga ia sendiri tidak mendengarkan siaran radio RRI tentang pengangkatan tersebut. Melainkan dari teman-teman yang dengan gembira datang menyampaikan kepada AR Baswedan.
Suratmin dalam buku karyanya berjudul Abdul Rahman Baswedan, Karya dan Pengabdiannya yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1989), menjelaskan pengangkatan tersebut mungkin sekali atas nasihat Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri yang selama pendudukan Jepang punya hubungan erat sekali dengan Baswedan, seperti juga pengangkatan Mr Tan Po Gwan yang juga dikenal oleh Sutan Syahrir.
Pada bagian sepuluh tulisan ini, KBA News lebih lanjut mengetengahkan tentang perjuangan AR Baswedan pada zaman kemerdekaan Indonesia yang diawali dengan menjadi anggota KNIP dan kemudian masuk jajaran kementerian di Kabinet Syahrir.
Pelantikan dan sidang pertama kabinet baru itu dilangsungkan pada 5 Oktober 1946 malam di tempat kediaman Presiden di Cirebon, pelantikan dilakukan oleh Presiden Soekarno.
“Pada 14 Agustus 1946 Pesiden Soekarno telah menunjuk Sutan Syahrir sebagai formatur Kabinet Nasional. Satu setengah bulan lamanya Sutan Syahrir berusaha membentuk kabinet itu, rakyat merasa agak gelisah menunggu-nunggu tentang pembentukan kabinet itu,” tulis Suratmin.
Adapun kegelisahan rakyat pada waktu itu karena keadaan politik di negeri kita makin lama makin hangat, apalagi berhubungan dengan akan dilangsungkannya perundingan dengan pihak Belanda.
Sutan Syahrir selama satu setengah bulan telah berusaha keras agar data membentuk kabinet yang kuat sesuai dengan keinginan rakyat dan cocok pula dengan suasana politik pada waktu itu.
Ternyata setelah Maklumat Presiden No. 3 tahun 1946 Kabinet Syahrir ke 3 diumumkan, AR Baswedan termasuk di antara deretan menteri-menteri yang disusunnya sebagai berikut:
- Perdana Menteri : Sutan Syahrir, sosialis
- Menteri Luar Negeri : Sutan Syahrir, sosialis
- Menteri Muda Luar Negeri : HA Salim, Masyumi
- Menteri Dalam Negeri : Mr Muh Rum, Masyumi
- Menteri Muda Dalam Negeri : Wiyono, BTI
- Menteri Kehakiman : Mr Susanto Tirtoprojo, PNI
- Menteri Muda Kehakiman : Mr Hadi
- Menteri Keuangan : Mr Syafurdin Prawiranegara, Masyumi
- Menteri Muda Keuangan : Mr Lukman Hakim, PNI
- Menteri Kemakmuran : Dr AK Gani, PNI
- Menteri Muda Kemakmuran : Mr Yusuf Wibisono, Masyumi
- Menteri Kesehatan : Dr Darmosetiawan
- Menteri Muda Kesehatan : Dr Y Leimena, Parkindo
- Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan : Mr Suwandi
- Menteri Muda Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan : Ir Gunarso
- Menteri Sosial : Ny Mr Maria Ulfah Santosa Perwari, PNI
- Menteri Muda Sosial : Mr Abdulmajid Jayaningrat
- Menteri Agama : H Faturahman, Masyumi
- Menteri Pertahanan : Mr Amir Syarifuddin, sosialis
- Menteri Muda Pertahanan : Harsono Cokroaminoto, Masyumi
- Menteri Penerangan : Moh. Natsir, Masyumi
- Menteri Muda Penerangan : AR Baswedan, independen
- Menteri Perhubungan : Ir Juanda
- Menteri Muda Perhubungan : Setiajid, PBI
- Menteri Pekerjaan Umum : Ir Putuhena, Parkindo
- Menteri Muda Pekerjaan Umum : Ir Laoh, PNI
- Menteri Negara : AP Hamengku Buwono IX
- Menteri Negara : Wahid Hasyim, Masyumi
- Menteri Negara : Wikana, Parkindo
- Menteri Negara : Dr Sudarsono, sosialis
- Menteri Negara : Mr Tan Po Gwan
Sebagai Menteri Muda Penerangan, AR Baswedan sering diajak Presiden mendatangi rapat raksasa di Solo. Pada kesempatan yang baik itu dan sesuai dengan tugasnya sebagai menteri, ia berkewajiban memberikan informasi dua arah yaitu informasi dari pemerintah kepada rakyat secara luas.
Sebaliknya juga bertugas menyampaikan hasil penelitiannya kepada Presiden atau yang hidup di kalangan rakyat termasuk kecaman-kecaman mereka terhadap Presiden, hingga kadang-kadang menjengkelka namun hal itu tak diherankan Baswedan.
Pada waktu Bung Karno memulai pidatonya di rapat-rapat umum, maka kesempatan itu dipergunakan AR Baswedan turun ke tengah-tengah rakyat untuk mengetahui reaksi rakyat dan pendapat umum menanggapi pidato Bung Karno. Cara-cara ini sering dilakukan oleh AR Baswedan untuk melihat dan mendengar secara langsung tanggapan rakyat.
Memang pada kesempatan tertentu Bung Karno menanyakan kepada AR Baswedan tanggapan rakyat terhadap pidatonya. Maka Baswedan mengajukan dua tokoh PAI (Mustafa Baisa dan Ali Bahfen yang kemudian diakui sebagai veteran) kepada KNIP untuk diutus ke Sumatera.
Saat itu Jepang masih bercokol di beberapa daerah sehingga dalam menyampaikan berita Republik baru itu mereka harus dan bahkan bertempur melawan Jepang.
Dalam perjalanan ke Palembang, Medan, dan beberapa tempat lainnya para pemuda itu mengobarkan semangat perjuangan dan kabar gembira. Maka tidak mengherankan para pemuda itu harus menghadapi Jepang dan merebut senjatanya.
Waktu melakukan tugas sebagai Menteri Muda Penerangan, AR Baswedan bersama dengan Moh Natsir harus bekerja keras siang malam, sedangkan tempat tinggalnya tidak menentu.
Kadang-kadang mengambil tempat di hotel Merdeka dan kadang-kadang menempati sebuah ruang Kepatihan. Kadang-kadang waktu melakukan pekerjaan di hotel bersama Moh Natsir terpaksa setiap hari harus bekerja sampai larut malam.
Kiranya dapat dibayangkan betapa berat tugas itu, karena pada waktu malam hari listrik mati pada jam 10 untuk penghematan minyak, padahal esok paginya selebaran harus sudah disebarkan ke berbagai wilayah. Untuk itu sampai-sampai mata AR Baswedan bengkak karena harus bekerja di bawah penerangan lampu lilin yang tidak terang itu.
Selebaran itu juga dibuat dengan tulisan bahasa Arab pakai tangan kemudian baru di sit. Situasi Republik yang baru masih harus menghadapi ancaman baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri sendiri, terutama menghadapi mereka yang belum sadar, sehingga jiwanya masih berpaling pada pemikiran-pemikiran lama.
“Selebaran-selebaran itu terutama untuk daerah Surabaya di mana Van der Plos dari Kantor Voor Inlandsche zaken menjadi Gubernur,” demikian tulis Suratmin. (kba)