Gaya dan style Anies berhubungan baik dengan media massa adalah hubungan yang saling menghormati posisi masing-masing. Mencerminkan karakter hubungan orang dewasa, matang dalam kehidupan.
TIDAK mudah tokoh publik ‘menaklukkan’ wartawan dan media massa. Jangankan menaklukkan, bisa ‘selamat’ dari sergapan dan jebakan media saja, itu sudah luar biasa. Menaklukkan di sini bukan berarti wartawan adalah musuh sehingga perlu dikalahkan, dijatuhkan dan dibikin tidak berdaya. Bukan. Tentu bukan itu. Ini lebih kepada upaya menetralisir desakan, rongrongan, serbuan, atau berondongan pertanyaan wartawan. Artinya, bagaimana tokoh politik atau figur publik tidak salah bicara, slip of tongue, dan tidak serba-salah karena keliru-ucap.
Tidak banyak pula pejabat atau tokoh publik kita yang piawai mengendalikan jebakan pertanyaan media. Bukan rahasia umum lagi bahwa umumnya media suka mengejar sensasi. Dimulai dari newsroom, rapat-rapat redaksi memang berisi soal-soal mencari antara lain celah kelemahan, kekurangan, ketidaksempurnaan situasi atau terkait sumber-sumber berita. Kalau yang mulus-mulus saja, itu dianggap tidak punya nilai berita. Itu artinya medianya tidak bakal ditonton, dibaca atau diikuti. Alias sepi-sepi saja. Padahal media di era industri, harus ada bisnisnya. Jika berita landai-landai saja, pemasang iklan pun memandang sebelah mata dan enggan pasarkan produknya di media tersebut. Lalu, kalau pemasukan perusahaan media rendah, bagaimana gaji wartawan dan seluruh karyawan. . Belum lagi bayar listrik, air, internet, jenset dll.
Makanya, media pun, DNA-nya mengejar heboh. Makin ramai, makin menimbulkan gossip maka makin membuat publik penasaran ingin tahu. Sudah langka wartawan yang mengejar kedalaman informasi, substansi isu. Isu-isu substansial dianggap malah menjauhkan pembaca atau pemirsa. Bukan kah ada adagium terkenal, Bad News is Good news. Berita buruk adalah berita baik. Berita baik adalah datar belaka, hambar saja. Berita buruk pastilah ada sensasinya. Pembaca, penonton atau audiens media berlomba-lomba agar tidak ketinggalan informasi. Entah itu skandal, orang salah bicara. Sehingga kemudian renyah usai digoreng ke sana ke mari.
Penulis memperhatikan Anies R. Baswedan termasuk tokoh yang pandai dan cerdas menjalin hubungan baik dengan wartawan atau media. Bahwa Anies adalah smart—pandai mengurai data, lihai mengolah informasi dan unggul dalam menarasikannya—itu semua rasanya publik luas tahu sekali . Tetapi bahwa Anies begitu piawai menjalin hubungan konstruktif dengan wartawan atau media, ini nilai tambah Anies.
Ada satu ilustrasi pas dan menarik di sini. Dalam berita Online KOMPAS TV 18 November 2021, tertera judul Ditanya Wartawan soal Penyelenggaraan Formula E, Gubernur Anies Hanya Jawab “Nice Try!” Lalu dinarasikan betapa ini bukan kali pertama Anies menghindar dan memilih tidak menjawab pertanyaan wartawan perihal Formula E. Posisinya saat itu, Formula E Operation (FEO) sudah mengumumkan DKI Jakarta resmi Tuan Rumah ajang Formula E 4 Juni 2022 mendatang. Lalu media mengejar Anies ihwal lokasi sirkuit bakal digelar.
Sebelum itu, Anies, 4 Agustus tahun ini, sudah menerbitkan Instruksi Gubernur Nomor 49 Tahun 2021 menyatakan Formula E merupakan salah satu dari 28 Program Prioritas yang harus dicapai pada Juni 2022. Semua mestinya sudah cukup jelas. Namun media masih ingin mengejar di mana lokasi ajang sirkuit digelar. Berseliweran simpang siur kabar menyebut Monas, Gelora Bung Karno, Bundaran HI. Noveber lalu itu belum keluar pengumuman Desember bahwa ajang sirkuit yang ditetapkan adalah Ancol.
Ketika November itu berkali-kali wartawan dan media mencari tahu kepastian lokasi. Umumnya hanya spekulasi. Selebihnya, orang nomor satu DKI tetap tidak mau menjawab pertanyaan wartawan. Media penasaran. Netizen, utamanya yang anti Anies sejak dari sananya, lalu berspekulasi beribu jangan-jangan… Jangan-jangan belum ada kepastian…Jangan-jangan belum keluar izin dari Instansi Pusat. Jangan-jangan batal… Dan seterusnya…dan seterusnya. Padahal ini soal momentum saja. Pada akhirnya memang ada pihak terkait langsung yang umumkan sendiri lokasi sirkuit.
Di sini terlihat Anies cerdas memahami tugas, kerja dan manajemen dunia media. Pandai, cekatan dan dewasa berhubungan dengan insan pers. Anies, mantan tokoh aktivis level nasional, lulusan Strata-3 dari Negeri Paman Sam, dan penulis esei kuat. Jangan lupa pula, dia adalah cucu langsung A.R. Baswedan, pahlawan nasional, diplomat, sastrawan, wartawan didikan Liem Koen Hian, tokoh Tionghoa pendiri dan pemimpin Koran Sin Tit Po.
Kenapa Anies dalam momen tertentu tidak mau menjawab lugas pertanyaan wartawan dan media? Di sini istimewanya Anies. Dia tidak mau mencampuradukkan semua urusan dalam satu waktu atau semua waktu. Semua itu ada porsi, takaran, tempat dan momennya. Ketika didesak terus-menerus soal Formula E, Anies memilih menggunakan bahasa isyarat, angkat jempol ke arah wartawan. Tentu dilakukannya sambil senyum relaks. Tidak dengan bahasa tubuh yang grogi atau kesal. Tidak dengan mimik sebal apalagi panik. Ketika didesak lagi, Anies justeru enteng saja menjawab, “Nice try” (Upaya yang bagus). Di situ Anies tidak sedang merespon soal Formula E. Melainkan merespon atas upaya Sang Wartawan yang terus menanyakannya soal lokasi Formula E.
Marahkah media atas sikap Anies seperti itu? Gusarkah wartawan karena Anies tidak bisa dipancing-pancing? Tidak sama sekali. Dalam judul sebuah harian top Ibu Kota, merespon khusus respon Anies itu, tak ada kritikan kepada Anies. Dalam isi beritanya pun tidak ada memperlihatkan ketidaksukaan atas sikap Anies.
Sebagai wartawan lebih dua dekade, saya melihat Anies memang piawai. Respon dia dengan mengangkat jempol ke wartawan atau menyempatkan berkomentar “Nice try”, itu sudah cukup. Respon ini masuk kecanggihan intuisi atau kecermatan, perlu kajian khusus mungkin.
Coba lihat. Di satu sisi wartawan tetap dapat respon dan statemen Anies, walau singkat. Tetap lumayan masih ada yang bisa ditulis. Di sisi lain, Anies juga tidak masuk “perangkap” dan provokasi wartawan.
Artinya, Anies pandai memilah situasi kapan dia harus menjawab isu tertentu dan kapan pula untuk tidak mengeluarkan statemen di luar yang diprogram atau direncanakan Anies. Di saat dia tengah meladeni demonstrasi buruh dan melakukan pembicaraan teknis dengan perwakilan buruh, memang tidak ada keharusan Anies harus menjawab soal Formula E.
Wartawan dan media pun sesungguhnya paham, kendati Anies tidak menjawab apa yang ditanyakan media. Jika media menanyakan soal demo dan tuntutan buruh, Anies pasti menjawabnya. Sudah sangat jelas itu. Namun ketika pertanyaan mau digeser wartawan ke isu lain, Anies berhak membelokkan atau mengembalikan ke hal yang ingin disampaikan Anies.
Pers tidak tersinggung karena Anies tetap santun dan ‘ciamik’ saat mengelak. Dia tidak bungkam sama sekali, tetapi tetap melepaskan suaranya, walau tidak masuk ke hal yang diinginkan wartawan. Dia tidak kasar. Meladeni tapi tetap dengan kemauannya sendiri. Tepatnya, Anies adalah komunikator yang baik, tahu kapan dan di mana akan mengatakan apa.
Anies tidak melecehkan pers. Anies merespon baik media. Soal Formula E, masih ada pejabat terkait atau pihak-pihak terkait lain yang porsinya pas. Anies paham kapan harus berbicara sesuatu hal dan kapan pula merespon gambling hal-hal tertentu lainnya. Anies tidak bisa didikte wartawan atau media. Tampak jelas Anies menguasai mikropon yang dipegangnya. Dia tidak mudah dipancing atau terbawa arus pertanyaan dan isu-isu yang ditanyakan pers.
Gaya dan style Anies berhubungan baik dengan media massa adalah hubungan yang saling menghormati posisi masing-masing. Mencerminkan karakter hubungan orang dewasa, matang dalam kehidupan.
Jika Anda melihat kecanggihan Anies berinteraksi dengan pers dan wartawan, bukankah hal sama juga terjadi di dunia politik? Sebagaimana berinteraksi dan berhubungan dengan jurnalisme, di dunia politik Anies pun sama saja. Dia tidak bisa didikte. Dia juga pandai menghindarkan diri dari gendang yang ditabuh pihak-pihak lain. Dia tidak mau konyol. Dia tidak mau ikut-ikutan menari dari tetabuhan gendang orang lain. Sebab bisa saja gendang itu sesungguhnya bahaya. Atau ada siasat dan kepentingan buruk pihak tertentu di situ. Anies bertindak dengan pertimbangan dan kematangannya sendiri. Di sini berpadu kematangan berpikir, intelektual, rasional dan kepekaan nuraninya. Tabek!
Jakarta, 22 Februari 2022
Ramadhan Pohan, penulis, wartawan, pendiri KBA News