Saya berkeyakinan, dan ini dalam kapasitas saya sebagai pengamat politik bahwa pada waktunya Ibu Megawati akan resmi menggulirkan hak angket.#aminkanindonesia
JAKARTA | KBA – Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri diyakini sedang memastikan waktu yang tepat untuk resmi memerintahkan fraksinya di DPR RI menggulirkan hak angket.
“Saya berkeyakinan, dan ini dalam kapasitas saya sebagai pengamat politik bahwa pada waktunya Ibu Megawati akan resmi menggulirkan hak angket,” tegas politisi senior Muhammad Sirajuddin Syamsuddin di Jakarta, Rabu, 13 Maret 2024.
Pernyataan itu ditegaskan Din Syamsuddin, panggilan akrabnya, kepada KBA News usai acara Buka Puasa Relawan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar(AMIN) di Sekretariat Timnas AMIN, Jalan Diponegoro Nomor 10, kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Diwawancarai usai acara yang digelar simpul relawan AMIN yakni Brani 1, Din menekankan keyakinannya itu karena pertimbangan bahwa Presiden Indonesia Kelima itu adalah seorang negarawan sejati.
Adapun belum adanya sikap tegas Megawati terkait hak angket disebuit-sebut karena partai dengan lambang kepala banteng moncong putih itu, sedang melakukan tawar-menawar (bargaining) politik tertentu.
Bargaining ini disebut-sebut sedang dilakukan Megawati dengan pihak rezim Presiden Joko Widodo serta partai-partai pengusung maupun pendukung paslon nomor urut 02 Pilpres 2024 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
“Saya tidak mau berpikir yang negatif seperti itu,” lanjut Din yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada 2005-2010 dan 2010-2015 serta Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 18 Februari 2014 – 27 Agustus 2015.
Karena itu, Din menyatakan optimis bahwa minimal lima parpol pengusung paslon 01 dan paslon 03 akan menggunakan hak angket.
“Jadi, penggunaan hak angket itu hanya masalah pertimbangan, antara lain terkait dengan kehidupan berbangsa dan bernegara,” tambahnya.
Terkait belum mundurnya para menteri dari parpol-parpol penggagas hak angket selain Menko Polkam Mahfud MD dari kabinet Joko Widodo, Din menegaskan bahwa hal itu sebenarnya tidak etis.
“Di sini saya berbicara sebagai pengamat politik. Maka itu, dari paradigma etik yang saya pahami, kalau seorang menteri yang partainya dalam posisi sebagai oposisi dengan pemerintah yang berkuasa, maka seyogyanya menteri itu mundur,” lanjutnya.
“Saya menghargai Profesor Mahfud yang mundur, walaupun sudah ‘di tengah jalan’. Juga, seharusnya (mundur) Prabowo (dari jabatan Menteri Pertahanan) dan Gibran (dari jabatan Wali Kota Solo). Ini etika politik sehingga tidak terjadi conflict of interest (konflik kepentingan),” tegas Din.
Hanya saja, Din mengaku bahwa dia selalu berusaha untuk berpikir positif para menteri tersebut belum mundur karena pertimbangan demi kemaslahatan bangsa dan negara.
“Kalau Megawati belum menarik menteri-menteri PDI Perjuangan, misalnya, barangkali pertimbangannya supaya tidak ada guncangan dalam kehiduan berbangsa dan bernegara. Tapi, saya yakin bahwa ada waktunya PDI Perjuangan mengusung hak angket, dan sekali lagi, ini pendapat saya sebagai pengamat,” tandasnya. (kba).