Artinya MK punya pengalaman, sebagai institusi hukum untuk mengadili sengketa pemilihan dengan melihat secara utuh, bukan hanya dari hasil akhir atau selisih angka saja. #kbanews
YOGYAKARTA | KBA – Sekitar 303 guru besar, akademisi, dan civil society mengirim surat “Amicus Curiae” atau sahabat pengadilan kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satu keinginannya agar MK tidak sekedar memutus perkara sengketa Pilpres hanya berdasar pada angka-angka semata.
Guru Besar UGM Yogyakarta Prof. Dr. Indra Bastian, M.B.A mengatakan, Amicus Curiae merupakan bentuk dukungan kepada MK agar bisa menjalankan perundang-undangan. “MK bukan hanya mengadili hasil angka saja, tetapi bisa lebih pada substantif atas materi yang disengketakan,” katanya saat dihubungi KBA News, Jumat, 29 Maret 2024.
“Ini sekaligus mengingatkan, bahwa MK juga punya pengalaman membatalkan hasil bukan hanya dari skor saja, tapi menemukan bukti kecurangan yang menyertainya,” sambungnya.
Prof Indra mengatakan, MK harus kembali pada ruhnya. “Artinya MK punya pengalaman, sebagai institusi hukum untuk mengadili sengketa pemilihan dengan melihat secara utuh, bukan hanya dari hasil akhir atau selisih angka saja,” ungkapnya.
Menurut dia, ada beberapa pengalaman di mana MK memutuskan tidak hanya sekedar pada hasil atau selisih angka. “Misalnya pilkada kalah namun setelah di MK bisa menang karena mendasarkan pada proses, ditemukan bukti-bukti kecurangan. MK punya track record itu,” tegasnya.
Lulusan S3 University of Hull Inggris ini mengungkapkan, saat ini yang menjadi persoalan adalah kencangnya dugaan intimidasi yang diterima hakim MK. “Cuma sekarang berhadapan dengan istana. Banyak yang menyebut initimidasinya sepertinya keras banget ya,” ungkapnya.
Prof Indra mengungkapkan, seharusnya hakim MK tidak gentar dengan putusan yang akan dilakukan. Pasalnya, apa yang diputuskan akan menjadi pertanyaan di kemudian hari, menjadi catatan sejarah perjalanan bangsa Indonesia.
“Jadi hakim MK harus berpikir, apa yang akan diputuskan ini akan menjadi pertanyaan di kemudian hari, yang bertanya bukan hanya kita rakyat Indonesia, tapi juga anak cucunya, kok sepertinya ini,” jelasnya. (kba)