Apa yang dilakukan oleh Jokowi dalam mengambil keputusan tentu tidak bisa dilepaskan dari kaitan orang orang disekitarnya. Jokowi banyak dikelilingi oleh para penjilat dan mereka yang bekerja untuk kepentingan asing dan oligarki.
Apa yang dilakukan oleh Jokowi dalam mengambil keputusan tentu tidak bisa dilepaskan dari kaitan orang orang disekitarnya. Jokowi banyak dikelilingi oleh para penjilat dan mereka yang bekerja untuk kepentingan asing dan oligarki.
Momentum kenaikan BBM, Sabtu, 3 September 2022, nampaknya mengingatkan kita kembali bahwa seorang pemimpin harusnya menepati janji dan berpihak kepada kepentingan rakyat.
Janji seorang pemimpin di Indonesia tentu harus selalu dikaitkan dengan amanat konstitusi yang ada di dalam pembukaan UUD 1945.
Dalam Pembukaan UUD 1945, jelas disebutkan tugas negara terhadap rakyatnya adalah menyejahterakan, mencerdaskan, melindungi, mendamaikan, dan menciptakan keadilan.
Kenaikan BBM tentu akan membuat seluruh rakyat Indonesia menjerit, di tengah suasana hidup yang serba sulit berusaha pulih dan bangkit, mestinya negara hadir membantu rakyatnya tanpa membedakan, tapi sayangnya negara hanya berpikir untuk dirinya, kalau setiap menghadapi kesulitan, lalu keputusannya adalah menaikkan BBM dan menyengsarakan rakyat, lalu untuk apa menjadi pemimpin?
Tugas memimpin itu salah satunya adalah melindungi bukan mengintimidasi dan membebani apalagi membohongi rakyatnya, tak boleh ada alasan apa pun untuk rakyat, pemerintah harus mau berkorban.
Nampaknya terjadi gaya memimpin yang bertolak belakang antara dua sosok pemimpin di Jakarta, Antara Jokowi dan Anies.
Jokowi semestinya adalah pemimpin yang berangkat dari partai yang berpihak kepada rakyat, terutama rakyat kecil, kini berubah arah, lebih banyak berpihak kepada kepentingan oligarki yang menguasai negara, sehingga keputusan-keputusan Jokowi berkaitan dengan rakyat lebih banyak menyengsarakannya. Masih ingatkan kita dengan UU Cipta Kerja? Lebih banyak berpihak kepada kepentingan kelompok oligarki.
Yang terbaru dilakukan adalah keputusan menaikkan harga bahan bakar minyak, meski sudah diingatkan banyak pihak dan partai politik, Jokowi bergeming dengan keputusannya, dengan alasan ini pilihan terakhir yang harus dilakukan. Lalu pertanyaannya apa pilihan-pilihan sebelumnya? Yang kita tahu selama ini pemerintah hanya melakukan tiga hal kalau tidak utang, maka pilihannya jual aset atau menaikkan BBM. Karena memang tiga hal itulah pilihan mudah dan bisa dilakukan. Apalagi pada situasi sekarang ini, semua sudah dibungkam untuk membenarkan pilihan-pilihan pemerintah meski itu menyengsarakan rakyatnya.
Nampaknya apa yang dilakukan oleh Jokowi dalam mengambil keputusan tentu tidak bisa dilepaskan dari kaitan orang orang disekitarnya. Jokowi banyak dikelilingi oleh para penjilat dan mereka yang bekerja untuk kepentingan asing dan oligarki. Sehingga tak heran banyak keputusan Jokowi lebih banyak menguntungkan dua kelompok yang diwakili oleh banyak pembantunya.
Tak banyak di sekelilingnya yang berbicara kepentingan rakyat, kalau toh ada, mereka dibungkam. Kasihan sejatinya Jokowi, dia dijerumuskan oleh sebagian orang orang di sekitarnya untuk melawan rakyat dan jargon yang diusung oleh partai pengusungnya, membela wong cilik.
Satu lagi adalah Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, selama lima tahun kepemimpinannya, Anies menepati janji dan tak membebani warganya, Anies menjadi solusi atas kesulitan warganya, utamanya rakyat kecil. Janji-janji Anies sebagai amanat konstitusi dia jalankan dengan baik dan terukur. Sehingga dalam waktu lima tahun, Anies mampu merubah wajah Jakarta menjadi kota yang ramah, bersih dan toleran.
Anies mampu mendamaikan antar warga dan mampu menghadirkan keadilan. Sehingga warga Jakarta sangat puas akan kinerja Anies. Dalam sebuah survei dikagakan bahwa 83 % rakyat Jakarta puas atas kepemimpinan Anies.
Memang tak apple to apple membandingkan Anies dan Jokowi, tapi setidaknya ini menggambarkan bagaimana karakter seorang pemimpin dan orang-orang yang ada di sekitarnya.
Sebagaimana peribahasa kalau anda ingin harum maka bergaulah dengan penjual parfum, sebaliknya kalau ingin berbau amis maka bergaulah dengan penjual ikan di pasar. Karakter pemimpin dan lingkungan sangat berpengaruh dengan apa yang dilakukan.
Potret dua pemimpin di Jakarta tersebut setidaknya menggambarkan bagaimana kelak kita akan mencari pemimpin yang baik dan benar benar berpihak pada rakyat. Kita tak butuh pemimpin pencitraan, kita butuh pemimpin yang punya gagasan, konsep dan mampu mewujudkannya.
Setidaknya di antara banyak calon pemimpin yang muncul didalam survei, meminjam istilah Jokowi ‘ojo kesusu,’ harus dimaknai memilih pemimpin itu harus pakai hati nurani, cermat melihat rekam jejak, kalau melihat relasi pernyataan Jokowi dan apa yang dilakukan Anies di Jakarta, nampaknya ini menjadi sinyal bahwa Jokowi butuh Anies. Mengapa? Karena Anies sudah mampu membuktikan mampu memenuhi janjinya dan berpihak pada kepentingan rakyat dengan mendamaikan dan berkeadilan, suatu cita cita yang selama ini Jokowi ungkapkan.
Surabaya, 4 September 2022
Isa Ansori, Kolumnis, Sedang berjuang merajut tenun kebangsaan