Apalagi keduanya memiliki banyak kesamaan. Selain sama-sama intelektual muslim, Anies juga memiliki konsen yang sama terhadap demokrasi, antikorupsi, keadilan sosial, kemanusian, dan ilmu pengetahuan seperti halnya Anwar Ibrahim.
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menyampaikan semacam pidato atau kuliah umum dalam acara CT Corp Leadership Forum di Auditorium Menara Bank Mega, Jakarta Selatan pada Senin siang, 9 Januari 2023. Acara yang dipandu tuan rumah Chairul Tanjung ini dihadiri banyak elite negeri ini.
Saya sendiri baru menontonnya jelang tengah malam tadi melalui akun Youtube @CNBC Indonesia. Menyaksikan pidato Anwar Ibrahim sepanjang 36 menit 36 detik itu membuat saya berdecak kagum. Berorasi tanpa teks dengan logat Melayu Malaysia yang khas, Anwar Ibrahim berbicara mulai dari kepemimpinan, korupsi, demokrasi, ekonomi, kemanusiaan, keadilan sosial, hingga pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Tentu juga dia menyinggung sediki tentang kisah perjalanannya politiknya yang pasang-surut, walaupun sebagaimana dikatakannya lebih banyak surutnya. Tak lupa pula, berkali-kali politikus senior yang sebelumnya kerap keluar masuk penjara ini menceritakan kedekatannya dengan Indonesia dan pertemanannya dengan para tokoh di negeri kita sejak dulu seperti almarhum Fahmi Idris, almarhum Adi Sasono, dan tentunya Chairul Tanjung.
Bahkan dia juga akrab dengan para tokoh-tokoh bangsa kita dan pemikiran-pemikirannya. Seperti Bung Karno, Hatta, Natsir, Sjahrir, hingga Mochtar Lubis, Taufik Ismail, termasuk Soedjatmoko yang terkenal dengan bukunya Dimensi Manusia dalam Pembangunan, yang disebutnya dengan Dimensi Insaniyyah dalam Pembangunan.
Apalagi ibunya juga merupakan penggemar karya-karya pemikir-sastrawan besar bangsa ini antara lain Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, tidak ketinggalan Buya HAMKA. Ibunya membaca bahkan hafal dengan karya-karya ulama besar tersebut seperti Tasawuf Modern dan Falsafah Hidup.
Namun yang semakin saya berdecak kagum adalah bagaimana Anwar Ibrahim seorang pemimpin politik menguasai topik-topik yang disampaikannya itu lengkap dengan referensi-referensi ilmiah. Dia mengutip banyak ilmuan, filosof, dan pemikir dari Barat dengan memakai bahasa Inggris yang enak didengar.
Yang saya catat misalnya, dia mengutip John Maynard Keynes, Oswald Spengler dengan buku The Decline of the West, Francis Fukuyama tentang democratic accountability, TS Eliot, hingga Ortega Y Gasset lewat buku La rebelión de las masas atau The Revolt of the Masses, ketika Anwar bicara kekhawatirannya tentang fonemena over spesialisasi yang membuat seseorang tidak memperdulikan nilai dan adab.
“Barbarism of specialization,” kata Anwar mengutip Gasset.
Apalagi tentu saja penguasaan Anwar Ibrahim tentang agama Islam membuat para mendengar pidatonya, termasuk saya, semakin salut dengannya. Berbagai ayat Alquran, Hadist Nabi, hingga kutipan dari sahabat Nabi Ali Bin Abi Thalib dengan fasih dia sampaikan dalam bahasa Arab.
“Akhukum fiddin, wa akhukum fi insyaniyyah,” kata Anwar Ibrahim mengutip surat Ali Bin Abi Thalib saat menjadi Khulafaur Rasyidin (35 – 40 H atau 655-660 M) kepada Gubernur Mesir Malik bin Harits Al-Asytar.
Surat, atau warkat dalam bahasa Anwar Ibrahim, dari Ali tersebut mengingatkan kepada Sang Gubernur untuk mengayomi dan berlaku adil kepada semua rakyatnya. Karena semua rakyat tersebut adalah saudara. Saudara seagama atau saudara sesama umat manusia.
Bahkan ketika bicara tentang pentingnya berpikir kritis termasuk dalam kehidupan beragama, Anwar Ibrahim mengungkap perdebatan antara Imam Alghazali (1058 – 1111) yang menolak filsafat lewat kitab Tahafut Falasifah dengan Ibnu Ruysd (1126 – 1198) yang membantah argumen Alghazali melalui buku Tahafut At Tahafut.
Penguasaan Anwar Ibrahim tersebut tentu tidak lepas dari karir intelektualnya sebelumnya. Dan juga, sebagaimana disampaikannya dalam forum itu, ketika berada di penjara dia manfaatkan waktu untuk membaca berbagai buku termasuk menghafal Alquran.
Tidak heran pula, sepanjang pidatonya tepuk tangan terus menyertai dari para tokoh dan elite negeri yang tampak dilayar kaca terkagum-kagum. Bahkan secara eksplisit kekaguman itu disampaikan Choirul Tanjung ketika hendak mulai memandu diskusi usai pidato.
“Terima kasih Datuk ya atas pencerahan yang luar biasa. Kami semua terkagum-kagum karena buku yang dibaca begitu luar biasa banyaknya dan pemahaman Datuk tentang Islam pun menjadi pelajaran yang sangat luar biasa untuk kita semua. Karena ini betul-betul merupakan sebuah sharing knowledge dan pengalaman yang luar biasa untuk kami semua,” ujar CT, panggilan akrab pengusaha papan atas ini.
Menyaksikan kuliah umum Perdana Menteri Malaysia ke-10 yang baru dilantik pada 24 November 2022 tersebut membuat saya semakin mengidamkan hadirnya Anies Baswedan sebagai pemimpin bangsa ini. Meski jam terbang Anies belum setinggi Anwar Ibrahim, mengingat keduanya terpaut usia lebih dari 20 tahun, tapi Anies juga seorang pemimpin cum intelektual.
Kita sudah menyaksikan bagaimana Anies selama lima tahun memimpin Jakarta ini, dalam berbagai pidatonya selalu memberikan wawasan baru dan ilmu pengetahuan kepada warga Jakarta dan umumnya para pendengar. Karena dalam berbagai pernyataannya, Anies kerap menyelipkan hal-hal yang bersifat teoritik, sejarah, juga mengutip ungkapan-ungkapan agama meski tampaknya belum seperti Anwar Ibrahim dalam hal mengutip ayat Alquran dan Hadist dalam Bahasa Arab.
Apalagi bukan tanpa kebetulan, kalau Anwar berbicara di forum Indonesia, sehari berikutnya Anies tampil di Singapura menjadi pembicara di ISEAS Yusof Ishak Institute Regional Outlook Forum (ROF) 2023. Kita berharap Anies berhasil mengikuti jejak Anwar menjadi pemimpin nasional. Dengan demikian, wacana dan percakapan di publik Indonesia nanti lebih bermutu dan mencerahkan.
Dan semakin menarik, dua tokoh yang cinta ilmu pengetahuan memimpin negara serumpun. Kita akan kerap menyaksikan dua pemimpin bangsa ini nanti akan selalu tampil dalam satu forum dengan ide-ide dan gagasan-gagasan yang memukau dan mencerahkan.
Apalagi keduanya memiliki banyak kesamaan. Selain sama-sama intelektual muslim, Anies juga memiliki konsen yang sama terhadap demokrasi, antikorupsi, keadilan sosial, kemanusian, dan ilmu pengetahuan seperti halnya Anwar Ibrahim. Semoga.
Zulhidayat Siregar, warga Gunung Sindur, Bogor