Berdasarkan hasil feasibility study (kajian kelayakan), nilai perekonomian yang bergerak di Jakarta dari ajang Formula E ditaksir sekitar 78 juta euro (sekitar Rp 1,2 triliun).
JAKARTA | KBA – Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi tetap melakukan pembahasan usulan interpelasi Formula E pada rapat Bamus, Senin, 27 September 2021, meski hak interpelasi tersebut sudah ditolak oleh tujuh fraksi di DPRD DKI. Bahkan, usulan interpelasi tersebut selanjutnya dipaksakan dibahas dalam rapat paripurna pada Selasa, 28 September 2021.
Tujuh fraksi penolak usulan hak interpelasi itu adalah Fraksi Gerindra, PKS, NasDem, Demokrat, Golkar, PAN, dan PKB-PPP.
Namun, Prasetyo tetap ngotot untuk dilakukan hak interpelasi. Kengototan politikus PDIP ini untuk melakukan interpelasi terhadap Formula E pun dinilai sarat kepentingan, termasuk upaya menjegal Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam menjalankan kerjanya.
Ada beberapa alasan membuat tujuh fraksi tersebut menolak interpelasi Formula E. Anggota Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz mengatakan, masih ada banyak cara untuk menggali penjelasan dari Pemprov DKI tentang rencana gelaran Formula E. “Sebab interpelasi merupakan upaya paksa menuntut sebuah jawaban dari kepala daerah, masih ada cara lainnya,” kata Abdul.
Sementara itu, Fraksi Demokrat sebelumnya menyebut alasan menolak hak interpelasi karena masih fokus penanganan pandemi Covid-19. Keputusan Prasetio menjadwalkan rapat paripurna interpelasi dalam rapat Bamus dinilai telah melanggar tata tertib DPRD.
Keputusan sepihak Prasetyo itu pun harus diketahui oleh rakyat DKI Jakarta. Bahwa ada pimpinan wakil rakyat melakukan pelanggaran demi memuaskan hasrat kelompoknya. “Apa yang dilakukan ketua itu, dia melanggar aturan yang dia buat sendiri. Pelanggaran ini akan kita bawa ke BK. Biar masyarakat ini tahu bahwa ada hal yang tidak baik yang dilakukan oleh seorang pimpinan yang seharusnya ada para wakil ketua, tapi tidak dilakukan,” kata perwakilan Fraksi Demokrat Misan Samsuri.
Wakil Ketua DPRD dari Fraksi Gerindra Mohamad Taufik mengatakan, berdasarkan agenda rapat Bamus, terdapat tujuh agenda yang dibahas, tetapi di dalamnya tidak ada rapat paripurna interpelasi. Namun, Prasetyo menyelipkan pembahasan agenda interpelasi itu.
“lni kan namanya bentuk pelanggaran tatib sendiri. Masa tatib yang disahkan dan Pras (panggilan Prasetyo) yang mengetuk palunya. Dia sendiri yang melanggar,” kata Taufik.
Ia menjabarkan, dalam Pasal 80 Ayat 3 Tatib DPRD DKI, tertera bahwa surat undangan keluar wajib ditandatangani Ketua DPRD DKI Jakarta dan disertai setidaknya paraf dua Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta.
“Untuk Bamus paripurna hak interpelasi Formula E tidak ada dalam agenda dan tak ada paraf WakiI Ketua DPRD DKI. Jadi, Ketua DPRD DKI melanggar aturan yang dibuat sendiri. Interpelasi tidak ada dalam undangan agenda. Aneh aja, kok bisa senafsu itu,” ujar Taufik.
Lantaran merupakan tindakan ilegal, katanya menambahkan, empat wakil dewan dan tujuh fraksi menegaskan menolak dan tidak akan hadir dalam rapat paripurna. “Tujuh fraksi dan empat Wakil Ketua DPRD DKI menyatakan rapat paripurna yang digelar SeIasa (29/9), tidak layak dihadiri, baik eksekutif maupun anggota DPRD DKI,” tegasnya.
Pemprov DKI Jakarta menginginkan Formula E tetap digelar pada 2022 karena akan menguntungkan DKI Jakarta secara ekonomi. Hal tersebut sudah dikaji secara detail oleh pihak ketiga atau konsultan.
Dalam berbagai kesempatan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebutkan sejumlah manfaat dari gelaran Formula E untuk DKI Jakarta, khususnya manfaat ekonomi. Berdasarkan hasil feasibility study (kajian kelayakan), nilai perekonomian yang bergerak di Jakarta dari ajang ini diprediksikan sekitar 78 juta euro atau sekitar Rp 1,2 triliun.
Formula E tidak hanya menjadi ajang olahraga, tetapi juga menjadi destinasi wisata yang menghibur dan menggerakkan perekonomian Jakarta. Dampak ekonomis yang diperoleh DKI Jakarta diperoleh melalui investasi pemerintah, untuk pembangunan infrastruktur pendukung, operasional persiapan dan penyelenggaraan, serta mobilitas pengunjung. (kba)