Juanda mengingatkan para hakim MK harus mengambil keputusan sengketa pemilu presiden dan wakil presiden sesuai dengan hati nurani dan sikap kenegarawanan. Selain itu pihaknya sebagai pelindung dan memberikan keadilan dengan adil. #kbanews
JAKARTA | KBA – Guru Besar Hukum Tata Negara Juanda meminta para hakim Mahkamah Konstitusi (MK) agar selalu mengkaji dan menganalisis problematik yang tengah dihadapi terkait kecurangan pemilihan umum (Pemilu) 2024 sebelum memberikan keputusan yang arah demokrasi Indonesia.
“Nilai-nilai yang mengandung kebenaran yang ideal tersebutlah sebagai pedoman dan pegangan bagi kita semua dalam rangka membangun hukum nasional Indonesia, termasuk mengkaji dan menangani persoalan praktik pemilu tahun 2024,” ucap Juanda kepada KBA News dihubungi di Jakarta, Selasa, 9 April 2024.
Juanda mengingatkan para hakim MK harus mengambil keputusan sengketa pemilu presiden dan wakil presiden sesuai dengan hati nurani dan sikap kenegarawanan. Selain itu pihaknya sebagai pelindung dan memberikan keadilan dengan adil.
“Kita berharap para hakim konstitusi hendaknya sadar eksistensinya sebagai pelindung sekaligus pemberi keadilan yang substantif,” tuturnya.
Dalam proses memberikan dan menghadirkan keadilan yang demikian, lanjut Juanda, tentu sudah merupakan keniscayaan berpegang teguh pada nilai-nilai, prinsip-prinsip dan norma hukum yang berlaku, bukan hanya berpegang teguh pada aturan positiviatik legalistik semata.
“Artinya Hakim Konstutusi dalam rangka menegak konstitusi, hukum, keadilan dan demokrasi yang substantif hendaknya mampu menilai dan bersikap lebih dalam dan luas dari hanya soal soal formalistik legalistik semata,” tuturnya.
Namun bila terbukti dalam pemilu ini adanya pelanggaran, maka sembilan hakim MK harus melakukan terobosan hukum dengan menggunakan pendekatan hermeunitaka hukum dan paham mazhab hukum progresif dan mazhab hukum alam.
“Artinya paham yang mengedepan keadilan dan kebenaran daripada hanya sebagai corongnya Undang-Undang, tetapi keadilan tidak terpenuhi dan dihadirkan,” tuturnya.
“Kalau cukup alasan dan bukti kuat, maka hakim konstitusi harus yakin dan tidak boleh ragu untuk menghadirkan keadilan substantif demi keberlangsungan demokrasi dan esensi reformasi yang diperjuangkan tahun 1998,” sambungnya.
Atas pemikiran tersebutlah, menurut Juanda, ada benang merah dengan pandangan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri tersebut. Dia menuturkan suatu pandangan yang juga harapan sebagai bentuk mengingatkan kepada bangsa ini.
Dia pun mengaku sependapat apa yang dituliskan oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Mengawati Soekarnoputri.
“Betapa pentingnya sikap kenegarawan, hati nurani dan etika dalam memutuskan sengketa hasil dalam pemilu Pilpres tahun 2024. Dan saya sependapat tehadap harapan dan nilai-nilai yang sangat dalam filosofis, etis, notmologis, dan konstitutif futurustik,” tuturnya.
Sebagai informasi, Megawati Soekarnoputri menuliskan surat terbuka terhadap penguasa. Di awal tulisannya Megawati menekankan, tanggung jawab penguasa seperti presiden terhadap etika sangatlah penting. Tulisan tersebut, berjudul ‘Kenegarawanan Hakim Konstitusi’.
Megawati juga menyinggung soal sikap kenegarawan yang harus dimiliki oleh hakim MK. Disebutkan, sumpah presiden dan hakim MK menjadi bagian dari supremasi hukum.
Namun, bagi hakim MK, sumpah dan tanggung jawabnya lebih mendalam dari sumpah presiden. Karena itu, persyaratan menjadi hakim MK juga lebih berat, yakni tidak hanya menjalankan seluruh peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya sesuai Undang-Undang Dasar (UUD), tetapi juga ditambahkan syarat lainnya, yakni memiliki sikap kenegarawanan.
Dengan sikap kenegarawanan, hakim MK bertanggung jawab bagi terciptanya keadilan substantif dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara sebagai hal yang paling utama. (kba).