Kita berharap pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) menang sehingga masalah demokrasi dan HAM bisa diperbaiki,#aminkanindonesia
JAKARTA | KBA – Penggiat demokrasi dan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Salim Hutajulu menilai selama sembilan tahun pemerintahan Jokowi berkuasa mendapatkan rekor buruk kondisi demokrasi dan HAM tidak sedang baik-baik saja. Boleh dikatakan memprihatinkan dan rakyat merasakan hal itu.
Dia menyatakan hal itu kepada KBA News, Selasa, 12 Desember 2023, ketika ditanya debat pertama calon presiden (capres) malam ini di Komisi Pemilhan Umum (KPU) Pusat.
Debat perdana Pilpres 2024, di KPU itu mencakup isu atau topik tentang pemerintahan, hukum, HAM (Hak Asasi Manusia), pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan pelayanan publik, dan kerukunan warga.
“Saya sudah aktif dalam pengembangan demokrasi dan HAM sejak lama, bahkan sejak saya masih muda. Sewaktu menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FIS UI) 1973, (1982 FIS diganti menjadi FISIP) saya sudah berjuang di kedua bidang itu. Karena itu, saya bisa katakan perkembangan kedua bidang itu pada pemerintahan Jokowi tidak baik dan menyatakan memprihatinkan,” kata Salim.
Salim Hutajulu yang merupakan akivis kala itu menceritakan bahwa dirinya pernah ditangkap oleh rezim Orde Baru pada pemerintahan Soeharto karena dianggap terlibat dalam kerusuhan 15 Januari 1974 yang dikenal sebagai peristiwa Malari.
Kata dia, pada masa Orde Baru menjadi korban pelecehan HAM. “Saya diitangkap selama lebih kurang setahun setelah itu dilepaskan tanpa melalui proses pengadilan dan ini merupakan pelanggaran HAM. Tetapi sebagai warga negara biasa, saya tidak kuasa menolak harus menerima kezaliman negara pada saat itu,” kenang Salim.
Tidak mengulangi
Salim Hutajulu mengatakan Orde Baru tumbang oleh gerakan reformasi pada 1998, lalu rakyat bertekad untuk tidak mengulangi lagi praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang dilakukan oleh Soeharto dan kroni-kroninya. Tetapi sayang semangat anti-KKN itu nampaknya bagai muncul lagi di masa sembilan tahun pemerintahan Jokowi.
Dia menduga korupsi tidak hanya dilakukan para pejabat tetapi juga oleh keluarga dekat Jokowi. Dia mengambil contoh dari pengakuan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaidullah Badrun yang melaporkan dua anak Jokowi yaitu Gibran Rakabumin Raka dan Kaesang Pangarep menerima suap dari pengusaha. Laporan Ubed itu lengkap dengan data tetapi tidak digubris oleh KPK dan dianggap angin lalu saja.
Begitu juga praktek kolusi dan nepotisme. Jokowi aktif mengusahakan anak dan menantunya menjadi walikota di Solo dan Medan. Dia pun mendorong anaknya yang baru dua hari bergabung menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
“Tindakan nepotisme tanpa moral dan tidak malu-malu juga ditunjukkan dalam menjadikan anaknya sebagai cawapres untuk Prabowo Subianto. Lengkap banget tindakan nepotisme yang dilakukan Jokowi,” keluh Salim.
Mantan Staf Khusus Dubes RI untuk Inggris dan Belanda itu menambahkan dalam bidang HAM reputasi gelap Jokowi juga tidak kalah mengerikan. Ratusan orang yang tewas dalam Pemilu 2019 tidak jelas sampai sekarang. Enam pengawal Habib Riziq yang tewas dibunuh oknum aparat juga tidak jelas penyelesaiannya.
Penangkapan para aktivis juga merupakan sisi gelap bidang HAM di masa Jokowi. Tidak kurang dari tiga aktivis demokrasi ditangkap dan diadili. Mereka itu adalah Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Anton Permana. Mereka harus mendekam di penjara karena kesalahan yang tidak jelas dan hanya berdasarkan kezaliman saja.
Penghormatan terhadap HAM juga kecil.
Tak hanya itu, lanjut dia, Jokowi mendukung Prabowo Subianto sebagai capres dan memasangkan anaknya Gibran Rakabumin Raka sebagai cawapres, padahal semua pelaku sejarah tahu dan bisa menunjukkan peran tidak bagus Prabowo Subianto dalam masalah pelanggaran berat HAM di akhir kekuasaan Orde Baru.
“Kita berharap pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) menang sehingga masalah demokrasi dan HAM bisa diperbaiki,” tukas Salim Hutajulu. (kba).