‘Penyangga tatanan negara Indonesia’ tak berlebih jika akronim ini diberikan oleh Bung Karno kepada para petani atas peran dan kontribusi yang luar biasa besar, kontribusi pada stabilitas negara khususnya pangan.#kabnews.
JAKARTA | KBA – Bakal calon presiden Anies Rasyid Baswedan mengucapkan terimakasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh petani di Indonesia yang merayakan hari jadinya ke-63, pada Minggu, 24 September 2023.
“Izinkan dalam kesempatan Hari Tani Nasional ini kami mengucapkan terima kasih, menyampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada seluruh petani di Republik ini,” kata Anies dalam tayangan video yang diterima KBA News, Minggu, 24 September 2023.
Sebagai bentuk penghormatan atas jasa petani, mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengungkapkan isi lubuk hati yang paling terdalam dengan mengucapan terimakasih kepada petani setara dengan bulir-bulir nasi dari beras yang setiap hari masyarakat konsumsi.
Rasa syukur ini, lanjutnya setara dengan berbagai produk pertanian yang ada di setiap rumah-rumah di keluarga-keluarga di negeri ini.
Ibarat, manusia yang sudah lansia, di usianya yang tidak lagi muda seharusnya nasib para petani di Indonesia sudah sejahtera bahkan mapan. Namun pada kenyataannya, tak juga berubah nasib petani tetap hidup miskin tak berdaya menghadapi penghisapan para mafia pertanian.
“Saat ini petani di Indonesia masih memiliki tantangan yang besar yang perlu dibenahi dari masalah pupuk hingga mafia pertanian. Kemudian tata niaga yang masih penuh dengan ketidakpastian, keberadaan mafia pertanian yang meresahkan sekali. Lalu konflik agraria, dan masih banyak lagi tantangan yang harus dihadapi oleh para petani.”
Anies berjanji jika dia terpilih menjadi presiden di periode mendatang, maka negara berkewajiban hadir memberikan perubahan yang berkeadilan dan memprioritaskan kesejahteraan bagi para petani.
“Meningkatkan kesejahteraan petani sebagai prioritas lewat berbagai terobosan seperti kemudahan akses pupuk, pembiayaan, pemberantasan mafia pertanian, perbaikan tata niaga yang efektif dan berkeadilan, dan masih banyak lagi. Dengan terobosan ini para petani bisa menabung sehingga para petani di Indonesia akan semakin sejahtera,” paparnya.
Di tengah nasib petani yang kian memprihatinkan, namun di sisi lain Anies optimis mempunyai harapan terbesarnya di masa yang akan datang anak-anak muda bisa bangga menjadi petani yang memberi manfaat bagi semua.
“Pekerjaan petani adalah pekerjaan mulia. Insya Allah generasi berikutnya menjadi generasi yang bangga menjadi petani yang memberikan manfaat bagi semua dan menjadi petani yang sejahtera.”
Selain ucapan terimakasih kepada petani di Indonesia di hari jadinya itu, Anies juga mengucapkan terimakasih kepada Presiden RI Pertama Sukarno atau disapa Bung Karno.
“’Penyangga tatanan negara Indonesia’ tak berlebih jika akronim ini diberikan oleh Bung Karno kepada para petani atas peran dan kontribusi yang luar biasa besar, kontribusi pada stabilitas negara khususnya pangan.”
Di hari ulang tahun petani, Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris, ironisnya sampai saat ini gagal menyikapi persoalan impor beras. Tanpa merasa tabu lagi, Indonesia secara terbuka mengimpor beras sebanyak 1,17 juta ton beras pada periode Januari-Juli 2023 dari dua negara produsen utama beras, seperti Vietnam dan Thailand.
Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, impor beras dengan kode HS10063099 itu atau tanpa yang berbentuk beras khusus senilai US$ 627,2 juta atau sekitar Rp 9,6 triliun (kurs Rp 15.340/US$).
“Impor beras selain beras khusus ataupun impor beras dengan kode HS10063099 selama Januari-Juli 2023 itu berdasarkan catatan BPS mencapai 1,17 juta ton,” kata wanita yang akrab disapa Winny itu belum lama ini.
Adapun negara asal impor ini terutama dari Thailand dengan pangsa impornya sebesar 50,56 persen atau separuh dari total impor beras. Selain itu juga dari Vietnam yang porsinya sebesar 46,33 persen.
Untuk total impor beras secara keseluruhan dengan berbagai tipe, termasuk jenis beras khusus mencapai 1,33 juta ton. Nilainya sebesar US$ 715,9 juta pada periode Januari-Juli 2023 dari Vietnam, Thailand, dan India.
Khusus impor beras pecah yang masuk ke dalam kode HS10064090 secara bulanan volume impornya naik 52,24 persen dan secara kumulatif Januari sampai Juli 2023 dibanding periode sebelumnya naik 3,46 persen.
“Dan kalau kita lihat harganya secara month to month harganya impor beras ini turun 4,34 persen tapi kalau kita lihat secara kumulatif rata-rata harga beras pecah impor naik 19,84 persen,” paparnya.
Pada era Sukarno Indonesia juga pernah memberlakuan impor beras. Sukarno sangat resah kala itu dengan kondisi negeri yang sudah mencapai titik pelik. Sukarno pun tidak tinggal diam mencari solusi mengenai impor beras yang dianggap sangat merugikan kas negara. “Lebih baik, uang impor beras digunakan untuk pembangunan,” begitu kata Sukarno dalam pergulatan pikirannya.
Setelah melalui pergelutan panjang, akhirnya Sukarno memiliki gagasan yang bagus tentang ‘landreform’ (reformasi agraria) untuk melepaskan diri dari jeratan impor beras pada negara lain.
Pada era Sukarno Indonesia terlepas dari impor beras, serta berdaulat di sektor pangan. Gagasan Sukarno yang utama ialah memaksimalkan lahan pertanian, mengoptimalkan daya sumber yang ada, melibatkan para pemuda dan rakyat bekerja sama “gotong royong” untuk mewujudkan kesejahteraan.
Kedaulatan sektor pangan nampaknya jauh panggang dari api. Dalam pelaksanaannya hingga hari ini masih belum terlihat, kecuali program pemerintah Presiden Jokowi adanya pembagian sertifikat kepada pemilik lahan. Namun tidak cukup signifikan dalam upaya pembenahan sektor agraris.
Zaman presiden Susila Bambang Yudhoyono (SBY) lebih parah lagi, yakni memberikan izin sewa sampai 95 tahun baik kepada pengusaha dalam maupun luar negeri.
Marhaen
Sebagaimana diketahui kisah Sukarno bertemu Marhaen seorang petani saat Sukarno berusia 20 tahun dan sedang menempuh kuliah di Kota Bandung. Suatu pagi Sukarno tak pergi kuliah dan berkeliling mengayuh sepeda tanpa tujuan hingga sampai di wilayah selatan Kota Bandung.
Dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis Cindy Adams diceritakan kawasan tersebut adalah pertanian yang padat. Para petani bekerja di sawahnya dengan luas kurang dari sepertiga hektare.
Sukarno kemudian bertemu dengan seorang petani yang mencangkul tanahnya sendiri dengan mengenakan pakaian yang lusuh. Dalam bahasa Sunda, Sukarno bertanya, “Siapa pemilik tanah yang garap ini?” Dia menjawab, “Saya,juragan.”
Petani yang bernama Marhaen tersebut bercerita jika tanah yang ia kelola turun temurun diwariskan dari orantua kepada anaknya. Saat ditanya oleh Sukarno, Petani Marhein juga mengaku jika semua alat yang ia gunakan adalah miliknya sendiri termasuk sekop, cangkul hingga bajak dan rumah kecil yang ada di tanah itu.
Dia juga mengerjakan sepetak sawahnya seorang diri tanpa bantuan orang lain. Hasilnya untuk keluarganya yakni istri dan empat orang anaknya. “Hasilnya sekadar cukup untuk makan kami. Tidak ada lebihnya untuk dijual,” kata Petani Marhaen.
“Aku akan memakai nama itu untuk menamai semua orang Indonesia yang bernasib malang seperti dia! Semenjak itu kunamakan rakyatku, Marhaen,” ujar Sukarno.
Malam hari, Sukarno menyampaikan gagasan tersebut ke perkumpulan pemuda yang ia pimpin.
“Para petani kita mengusahakan bidang tanah yang sangat kecil sekali. Mereka ada korban dari sistem feodal, dimana pada awalnya petani pertama diperas oleh bangsawan yang pertama, dan seterusnya sampai keanak cucunya selama berabad-abad,” kata Sukarno.
Hingga akhirnya Sukarno mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) bersama enam rekannya dari Algemeene Studie-club pada 4 Juli 1927. Dan “Rakyat Marhaen” selalu menjadi bagian pidato Sukarno.
Apa yang dikatakan Sukarno menjadi nyata, hingga usia Indonesia 78 tahun, nasib petani dimiskinkan oleh sistem yang dulu diperas ‘kalangan bangsawan’ kini berbentuk kapitalisme modern berkedok untuk kesejahteraan rakyat. Undang-undang Pokok Agraria ‘dikebiri’ tak heran lahan-lahan milik petani, milik rakyat termasuk milik negara juga ikut dirampok dan diambil alih oleh penguasa yang menjadi kacung oligarki. (kba).