SBY tentu tidak asal bicara soal itu, dan tidak perlu harus membuktikan. Itu sih sama saja meminta membuktikan kentut tak bertuan, dan itu dikeramaian. Aromanya menyengat hidung, tapi mustahil ada yang mengaku.
SBY tentu tidak asal bicara soal itu, dan tidak perlu harus membuktikan. Itu sih sama saja meminta membuktikan kentut tak bertuan, dan itu dikeramaian. Aromanya menyengat hidung, tapi mustahil ada yang mengaku.
Ada yang percaya dengan judul artikel di atas–skenario menjegal pencapresan Anies Baswedan? Jika ada yang percaya, itu sah-sah saja. Dan jika tidak percaya, itu pun sah-sah saja.
Percaya adanya upaya menjegal pencapresan Anies, itu tersirat disuarakan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Di mana endusannya mengatakan ada upaya menjadikan Pilpres diikuti hanya 2 pasangan saja. Artinya, akan ada segala cara dilakukan untuk itu.
Endusan SBY yang disuarakan itu ramai-ramai dihajar influencer, bahkan beberapa politisi dari partai koalisi. Mulai dari yang halus dengan nada masih terbilang sopan, sampai yang kasar tak beradab.
Mestinya apa yang disampaikan SBY jika dirasa tidak benar, cukup dengan dibantah pakai argumen memadai. Tidak perlu sampai meminta SBY untuk membuktikan apa yang disangkakan itu. Pakai mengancam segala, jika tidak bisa membuktikan, maka SBY pantas disebut raja hoaks.
SBY tentu tidak asal bicara soal itu, dan tidak perlu harus membuktikan. Itu sih sama saja meminta membuktikan kentut tak bertuan, dan itu dikeramaian. Aromanya menyengat hidung, tapi mustahil ada yang mengaku.
Tapi itu justru bisa dilihat dari suara elite PDI-P sendiri, diwakili Sekjen Hasto Kristianto, yang mengatakan bahwa Pilpres sebaiknya diikuti 2 pasangan calon saja, agar ekonomis, berbiaya murah. Lebih kurang itu yang disampaikannya. Tentu Hasto tidak asal ngomong, tapi ada penguat kecenderungan menjadikan capres hanya 2 pasangan calon, sebagaimana yang disangkakan SBY.
Munculnya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB); Partai Golkar, PAN, dan PPP. Bahkan tumbangnya Suharso Monoarfa dan diganti Muhammad Mardiono, sebagai Plt Ketua Umum PPP, hanya dalam waktu 1×24 jam pemerintah lewat Menteri Hukum dan HAM, Yassona Laoli menyatakan bahwa PPP pimpinan Mardiono yang sah. Terhempaslah Suharso Monoarfa, persis seperti debu tertiup angin.
Konon dicopotnya Suharso Monoarfa ada tangan istana yang bermain, meski Presiden Joko Widodo mengatakan, bahwa ia tidak tahu dan jangan bawa-bawa namanya dalam kasus itu. Menurut Bachtiar Hamsyah, tokoh senior PPP, bahwa ada peran BIN atas pencopotan Monoarfa. Untuk apa? Pasti ditemukan ada unsur-unsur “pemberat” yang menimbulkan ketidakpercayaan atasnya. Tentu bisa dipastikan bukan karena amplop kiai, sebagaimana keriuhan yang dibuat Suharso Monoarfa. Meski ini sekadar kabar angin yang belum tentu kebenarannya, tapi sulit untuk tidak dipercaya.
Dan yang paling kentara adalah “mengganyang” Anies Baswedan dengan segala cara. Meski kedodoran, dan menyebabkan bukannya Anies elektabilitasnya menurun, tapi justru sebaliknya makin kuat. Agaknya publik sudah tahu permainan yang dilakukan untuk mendegradasi Anies. Sudah terlalu keseringan skenario yang sama terus diulang. Dengan meminjam tangan influencer, politisi dari partai tertentu, dan lembaga survei politik, upaya itu terus dilesakkan. Upaya yang seperti menjerat ikan dengan jaring berlubang.
Maka, lembaga antirasuah KPK dikorbankan, diseret dalam permainan politik yang tidak seharusnya. Itu yang tampak dan dirasakan publik. KPK ngotot menjadikan Formula E pintu masuk mentersangkakan Anies Baswedan. Meski badan auditor nasional, BPK, sudah menyatakan bahwa pelaksanaan Formula E bersih dari unsur penyalahgunaan keuangan negara. Mestinya KPK memakai temuan BPK sebagai pijakan memposisikan Anies Baswedan.
Tanggal 7 Sepetember Anies diminta hadir di KPK. Dimintai keterangan dari A-Z tentang pelaksanaan Formula E. Apakah dicukupkan pemeriksaan sebagai saksi terhadap Anies, itu belum tentu. Konon, KPK sudah gelar perkara, sebagaimana disampaikan politisi NasDem, Zulfan Lindan, dan katanya Jumat (23 September) Anies akan “diperiksa” lagi di KPK, entah sebagai apa. Akankah Anies ditersangkakan? Spekulasi ini yang hari-hari ini jadi bahan diskusi publik di grup-grup pertemanan WhatsApp.
Jika itu yang terjadi, tentu sinyalemen SBY itu benar adanya. Upaya sistemik menjegal pencapresan Anies diikhtiarkan, dan KPK jadi alat politik rezim berkuasa. Akankah Anies tamat riwayatnya, belum tentu. Bahkan sepertinya justru Anies makin bersinar cemerlang. Nafsu yang cuma ingin mentersangkakan Anies, pastilah tidak mampu melihat kelanjutan dari skenario yang dibuatnya sendiri, yang bersandar pada kuasa politik ditarik pada peristiwa hukum.
Dan, mustahil pula mampu melihat kekuatan Tuhan yang dahsyat–surat Al-Maidah 54 sebagai sandaran kekuatan orang beriman– Mereka membuat tipu daya, dan Allah pun membalas tipu daya (mereka). Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. Sampai di sini faham?
Ady Amar, Kolumnis