Anies, seperti mengingatkan kepada kita bahwa arah diplomasi luar negeri Indonesia telah kehilangan ruh atas spirit Bandung itu. #kbanews
Ceramah Calon Presiden Anies Baswedan dalam acara yang diadakan CSIS dua hari lalu dengan tema Arah dan Strategi Politik Luar Negeri Indonesia, harus diakui memukau hadirin ditengah kekeringan nilai-nilai rujukan dalam menghadirkan wajah diplomasi kita saat ini.
Anies memulai ceramahnya dengan mengajak kita semua untuk kembali membangun kesadaran kita sebagai warga dunia sebagai satu landasan utamanya.
Kesadaran, bahwa kita adalah warga dunia itu sangat berdampak terhadap cara pandang kita.
Makanya, ketika Indonesia hadir, ketika Indonesia aktif dalam percaturan politik dunia. Ketika pemimpin-pemimpin kita waktu itu secara sadar menempatkan diri, tidak saja sebagai warga Indonesia, tetapi sadar diri menjadi warga dunia dengan menyebarkan Spirit Bandung melalui KAA, dan ketika Indonesia tidak lakukan pendekatan politik transaksional (dalam menjalankan diplomasi luar negerinya), kita hadir memikirkan dunia, maka dunia mengingat dan dunia menetapkan kita sebagai referensi atas nilai-nilai dan spirit Bandung yang akhirnya diterima di mana-mana.
Anies, seperti mengingatkan kepada kita bahwa arah diplomasi luar negeri Indonesia telah kehilangan ruh atas spirit Bandung itu.
Saya setuju diplomasi Indonesia tidak boleh lepas dari spirit Bandung sebagai arah dan panduan nyata ikut serta sebagai warga dunia dalam merumuskan dan memecahkan persoalan-persoalan dunia yang terjadi.
Itulah yang ditawarkan oleh Ir. Soekarno, M Hatta, Agus Salim, Ali Sastroamijoyo dan masih banyak yang lainnya itu.
Saatnya kita, benar seperti yang diminta oleh Anies Baswedan, untuk tidak lagi menggunakan pendekatan transaksional sebagai prioritas utama dalam diplomasi luar negeri kita.
Menurut Anies, pendekatan diplomasi transaksional hanya mengajak Indonesia bergerak atas dasar keuntungan investasi, perdagangan semata, dan bukan atas dasar meletakkan kesadaran dan tanggung jawab sebagai warga dunia.
Menurut Anies, pilihan diplomasi yang berkutat pada pendekatan transaksionalisme adalah pilihan yang sempit.
Anies menilai konsekuensi dari politik luar negeri transaksional adalah mengabaikan potensi dan institusi di Indonesia. Dia menunjukan salah satu data, yaitu, Indeks Kekuatan Indonesia di Asia mengalami stagnasi.
“Dari tahun 2018 ke 2023 itu 19.8 menjadi 19.4,” kata Anies. “Padahal untuk negeri sebesar ini, sumber daya sebesar ini, rasanya skor Indonesia seharusnya lebih baik. (Tempo, 8 November 2023).
Menurut majalah Tempo, Anies Baswedan yang juga Calon Presiden dari Koalisi Perubahan, dalam pidatonya di depan kurang lebih 40an Dubes dan Peneliti di acara CSIS itu, memetakan empat langkah untuk merespons arah dan strategi politik luar negeri Indonesia ke depan.
Empat langkah itu terdiri dari :
👉Mementingkan Kepentingan Nasional, 👉Menduniakan Indonesia,
👉Merealisasikan Ekonomi dan Investasi Berkelanjutan,
👉Mewujudkan Ekonomi Hijau.
Menurut Anies, langkah pertama mementingkan kepentingan nasional, adalah mewujudkan pertahanan yang tegak dan kedaulatan yang kuat. Ini akan menjadi program prioritas yang wajib segera dieksekusi.
Selanjutnya, proaktif dalam menyusun agenda dunia dan mewujudkan Indo-Pasifik damai dan stabil merupakan agenda menengah dan panjang.
Kemudian, dalam konsep menduniakan Indonesia, Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan akan membuat korps diplomatis strategis sebagai program prioritas yang akan segera dieksekusi jika dia terpilih pada Pilpres 2024.
Salah satu usulan unggulan dari Anies, dan karena itu akan langsung dieksekusi jika nanti terpilih sebagai presiden adalah, pertama, melibatkan orang-orang Indonesia yang tinggal di luar negeri atau diaspora sebagai agen untuk memperkenalkan Indonesia. Kedua,
akan membuat korps diplomatis strategis sebagai program prioritas.
Dengan begitu, Indonesia akan menjadi referensi dunia.
Langkah prioritas Anies keempat dalam konsep merealisasikan ekonomi dan investasi berkelanjutan, Anies Baswedan menyebut dirinya akan membuat program pemerataan pembangunan ekonomi yang bisa segera dieksekusi.
Kemudian, Anies mengatakan industrialisasi dijadikan program sebagai jangka panjang.
Bagi Anies Baswedan konsep hilirisasi saja tidak cukup. Karena itu wajib dilakukan re-industrialisasi sebaga daya dorong untuk menggembangkan sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja lebih banyak.
Sementara itu pada poin langkah terakhir, yaitu mewujudkan ekonomi hijau, Anies berkomitmen akan membuat program mitigasi dan adaptasi berkeadilan sebagai program jangka pendek yang segera dilaksanakan. Sementara menciptakan energi yang memanusiakan akan menjadi program jangka menengah dan panjang.
Harus diakui bahwa pandangan Anies Baswedan terhadap arah dan strategi politik luar negeri ke depan telah membangunkan harapan baru atas komitmen Anies Baswedan jika memperoleh amanah rakyat pimpin RI untuk melahirkan wajah politik luar negeri Indonesia menjadi referensi dunia berdasarkan Spirit Bandung.
Anies hakekatnya mengajak kita memasuki panggung dunia berdasarkan paradigma kebijakan berbasis nilai (Values Based Policy). Dari situ Anies Baswedan menawarkan strategi politik luar negeri republik Indonesia berdasarkan Kekuatan Cerdas (Smart Power), tidak lagi terpaku pada pendekatan diplomasi transaksional sebagai sumber rujukan dan kalkulasi diplomasi dalam menatap realitas politik internasional saat ini.
Tawaran Anies Baswedan atas paradigma kebijakan politik luar negeri berbasis nilai (Values Based Policy) itu, akhirnya memberikan kelengkapan yang patut diapresiasi, di mana Anies Baswedan meletakkan empat target prioritas yang amat strategis sebagai panduan utamanya, yaitu, pertama, bahwa setiap nyawa itu berharga. Kedua, keadilan dan kemakmuran yang merata. Ketiga, kesakralan teritorial. Keempat, melestarikan alam.
Abdullah Uwais Alatas, Kolumnis