Publik harusnya merasa nyaman dan merasa bahagia, karena itu hanya isu saja yang dihembuskan oleh orang-orang yang tidak menyukai Pak Anies. Padahal kan enggak, enggak ada apa-apa
Publik harusnya merasa nyaman dan merasa bahagia, karena itu hanya isu saja yang dihembuskan oleh orang-orang yang tidak menyukai Pak Anies. Padahal kan enggak, enggak ada apa-apa
JAKARTA | KBA – Ketua DPW Partai NasDem DKI Jakarta, Nurcahyo Anggorojati menanggapi terkait penyematan nama Yohanes kepada Anies Baswedan saat mengunjungi Gereja Rumah Doa Alfa Omega di Sentani, Jayapura, pada 9 Desember 2022 lalu.
Dia menyebut penamaan ini sebagai penghargaan yang menandai mantan Gubernur DKI Jakarta diterima di semua agama.
“Kalau politisasi agama, sejujurnya Pak Anies tidak pernah melakukan politisasi agama. Ini kan penghargaan dari pihak lain. Justru harusnya ini merupakan catatan bahwa Pak Anies tidak melakukan politisasi agama, sehingga tokoh agama lain mengapresiasi,” ujar Nurcahyo kepada wartawan, dikutip Rabu, 28 Desember 2022.
Nurcahyo menegaskan selama masa kepemimpinan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta, tidak pernah ada catatan dia melakukan politisasi agama.
“Dan Pak Anies punya rekam jejak selama lima tahun, apakah rekam jejak beliau ada dalam politisasi agama, itu kita bisa lihat,” jelasnya.
Dia pun meminta masyarakat untuk tidak perlu khawatir terkait isu yang berkembang menyatakan Anies melakukan politisasi agama. Isu itu, lanjutnya, sebatas tudingan kelompok-kelompok yang selama ini tidak suka dengan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
“Ya enggak, publik harusnya merasa nyaman dan merasa bahagia, karena itu hanya isu saja yang dihembuskan oleh orang-orang yang tidak menyukai Pak Anies. Padahal kan enggak, enggak ada apa-apa,” ucapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, sosok yang mengangkat sebagai anak laki-laki sekaligus pemberian nama Yohanes kepada Anies Baswedan saat mengunjungi Gereja Rumah Doa Alfa Omega di Sentani, Jayapura, Papua adalah Ondoafi (Kepala Adat) yang disegani di Jayapura, terutama di Sentani bukan pemuka agama seperti yang dinarasikan di video-video yang beredar.
“Kenapa dia sampai menyambut di depan, bukan kami sebagai yang punya rumah, ayah saya atau ibu saya? Karena di sana kan sangat memegang erat adat, sangat menghargai betul kepala suku, tokoh adat ada di sana. Sehingga secara kultur, yang harus menyambut itu adalah tokoh adat yang dituakan di sana,” kata anak Pimpinan Rumah Doa Alfa Omega Billy David Nerotumilena.
Billy menjelaskan, pemberian nama itu merupakan insiatif dari tokoh adat di Papua bukan dari pihak Rumah Doa Alfa Omega ataupun Anies yang meminta.
“Itu inisiatif beliau sendiri Pak Ondoafi memberikan gelar. Termasuk pembicaraan ketika menyambut juga sepenuhnya unscripted. Bukan hal di-script, dia harus bacakan. Enggak. Itu percakapan yang dia coba bangun dengan tamu yang datang,” ujarnya.
Penyematan nama Yohanes dan pengalungan noken tersebut sarat nilai-nilai kultural dan juga filosofis. Pemberian nama itu bagian kearifan lokal, ini merupakan tradisi untuk memuliakan tamu.
“Ini sebenarnya wujud penghargaan sebagai tamu yang datang,” jelas Billy, yang sejak tahun 2013 bekerja bersama Anies Baswedan.
Terkait pemberian nama Yohanes, sambungnya, karena masyarakat di Papua lebih familiar dengan nama-nama tokoh yang terdapat dalam Alkitab.
Sementara terkait pengalungan tas rotan khas Papua tersebut, katanya melanjutkan, ini juga memiliki makna yang dalam. Karena sudah dianggap sebagai anak sendiri, Ondoafi lalu menitipkan sesuatu kepada Anies.
“Termasuk yang disimbolkan di situ, kita menitipkan aspirasi yang dimasukkan ke dalam noken. Sebenarnya filosofis sekali. Yang biasa dilakukan oleh seorang tokoh adat, ya seperti itu,” terang Billy. (kba)