Realitas sosial politik seperti itu terjadi di wilayah masyarakat yang fanatik terhadap partai politik penguasa. #kbanews
JATENG | KBA – Tenaga pengajar Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Aad Satriyo Permadi berpandangan, kemiskinan rakyat memang disengaja dipelihara untuk menghasilkan keuntungan politik terutama pada masa pemilu.
Sehingga apabila elite politik penguasa membuat program pengentasan kemiskinan, tambahnya, itu sama saja dengan membuat awal kekalahan dalam kompetisi politik pada saat pemilu.
“Kalau ada yang menyebut kemiskinan itu dipelihara itu betul. Karena kalau masyarakat tidak miskin maka elite politik di partai politik siap-siap untuk tidak menang di pemilu,” ujar kandidat doktor Psikologi Politik tersebut kepada KBA News, Rabu, 9 Agustus 2023.
Dengan kondisi masyarakat yang miskin itu, menurut Aad, ada ketergantungan nasib kepada politisi yang mereka pilih apabila ada persoalan-persoalan kehidupan.
“Masyarakat jadi tergantung. Kalau ada masalah pendidikan misalnya larinya ke politisi partai yang dipilih. Dan biasanya cepat terselesaikan persoalan itu,” ucap Aad.
Ditegaskan Aad, realitas sosial politik seperti itu terjadi di wilayah masyarakat yang fanatik terhadap partai politik penguasa.
‘Yang dibangun itu politik fungsional dan transaksional, bukan ide. Kalau diberi beras, baru mau ngomong,” ujar Aad.
Sehingga, kata dia, bagi caleg partai politik yang lain agak susah untuk masuk ke dalam lapisan masyarakat seperti ini.
Apalagi, sambungnya, dengan membawa figur capres yang bukan berasal dari partai penguasa. Hal itu membuat gerak langkah caleg partai lain tidak mudah.
Pihak yang bisa didekati, imbuh Aad, adalah generasi muda dari keluarga tidak mampu. Karena mereka belum menghadapi realitas kehidupan yang lebih kompleks.
“Generasi muda ini kan belum tahu bagaimana caranya mencari uang untuk SPP. Belum berfikir beban hidup. Kalau orang tua mereka seakan sudah lepas begitu saja yang penting kebutuhan keluarga terpenuhi,” tandas Aad. (kba)